10 Kerusakan dalam Perayaan Tahu Baru


Bagaimana hukum merayakan tahun baru bagi muslim? Ternyata banyak kerusakan yang ditimbulkan sehingga membuat perayaan tersebut terlarang.

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]

Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.

Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram

Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]

Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:

Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.
Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:

Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-

Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]

An Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).

Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”

Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas berkata,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]

Kerusakan Kelima: Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.

Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]

Adz Dzahabi –rahimahullah– juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13] Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14] Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[17]

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[18]

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.

Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]

Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Disempurnakan atas nikmat Allah di Pangukan-Sleman, 12 Muharram 1431 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Cara Memelihara Agar Iman Tidak Luntur



Bagi seorang Muslim, iman adalah segalanya. Iman adalah aset paling berharga dan menjadi kriteria pertama diterima atau tidaknya amal di hadapan Allah. Akan tetapi, sebagaimana lazimnya setiap aset berharga di dunia ini, ia selalu terancam bahaya. Banyak pihak yang mengintai dan ingin mencurinya. Maka, tidak sedikit orang yang imannya lenyap, lalu mati dalam keadaan tidak memilikinya lagi. Tentu kita tidak ingin mengalaminya. Tetapi, bagaimana menjaga iman supaya tidak hilang?

Dalam Al-Qur’an, ketiadaan iman disebut juga dengan ketersesatan (dholal). Dan, pada dasarnya tidak ada manusia yang disesatkan oleh Allah, kecuali orang-orang yang fasiq. Dengan kata lain, bila manusia telah menjadi fasiq, ia pasti akan tersesat. Allah berfirman;

مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَـذَا مَثَلاً يُضِلُّ بِهِ كَثِيراً وَيَهْدِي بِهِ كَثِيراً وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلاَّ الْفَاسِقِينَ

الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُولَـئِكَ 

هُمُ الْخَاسِرُونَ

“…dan, tidak ada yang disesatkan dengannya kecuali orang-orang yang fasiq. (Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya, dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Qs. al-Baqarah: 26-27).

Menurut Imam Ibnu Jarir ath-Thabari, ayat diatas menunjukkan bahwa tidak ada yang disesatkan kecuali orang-orang yang meninggalkan ketaatan kepada Allah, tidak mau menuruti perintah maupun larangan-Nya, dan melanggar perjanjian yang telah Allah buat dengan mereka. Dalam Tafsir Zadul Masir dinyatakan, bahwa diantara sifat orang fasiq adalah menyalahi isi Al-Qur’an, memutuskan hubungan silaturrahim, dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan.

Jelas bahwa kefasikan adalah kondisi ketika seseorang menelantarkan imannya, memperturutkan hawa nafsu, dan tidak memperdulikan hukum-hukum Allah. Ketika itulah imannya menjadi rapuh, lalu syetan merampasnya.

Maka, dalam al-Fiqh al-Akbar, Imam Abu Hanifah berkata, “Tidak boleh kita katakan bahwa syetan merampas iman dari hati seorang hamba yang mukmin secara paksa dan sewenang-wenang. Namun, kita katakan bahwa seorang hamba itu meninggalkan imannya sehingga pada saat itulah syetan merampasnya.”

Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali menunjukkan bahwa keimanan sangat mudah goyah pada awal mula pertumbuhannya, apalagi di kalangan anak kecil dan kaum awam. Oleh karenanya, iman harus selalu diperkokoh. Selanjutnya beliau berkata,

“Jalan untuk menguatkan dan meneguhkan iman bukanlah dengan mempelajari kemahiran berdebat dan teologi (ilmu kalam), akan tetapi dengan (1) menyibukkan diri membaca al-Qur’an berikut tafsirnya, (2) membaca hadits disertai maknanya, dan (3) menyibukkan diri dengan menunaikan berbagai tugas ibadah. Dengan demikian kepercayaannya senantiasa bertambah kokoh oleh dalil dan hujjah al-Qur’an yang mengetuk pendengarannya, juga oleh dukungan hadits-hadits beserta faidahnya yang ia temukan, kemudian oleh pendar cahaya ibadah dan tugas-tugasnya. Hal itu juga diiringi dengan (4) menyaksikan kehidupan orang-orang shalih, bergaul dengan mereka, memperhatikan tindak-tanduk mereka, mendengar petuah-petuah mereka, juga melihat perilaku mereka dalam ketundukannya kepada Allah, rasa takut mereka kepada-Nya, serta kemantapan mereka kepada-Nya.”

Imam al-Ghazali kemudian mengibaratkan awal mula keimanan dengan menabur benih, sementara seluruh amal tersebut diatas merupakan upaya menyiram dan merawatnya, sehingga akhirnya ia tumbuh berkembang, menjadi kuat dan meninggi sebagai pohon yang baik dan kokoh, akarnya teguh sedangkan cabang-cabangnya menjulang ke angkasa. Kelak, buahnya pasti lebat dan menguntungkan, dengan seizin Allah.

Pernyataan di atas dapat kita pahami pula dari sisi sebaliknya. Bahwa, ketika seseorang mulai menjauh dari Al-Qur’an, tidak mengenal hadits Nabi, kocar-kacir ibadahnya, dan memiliki lingkungan maupun teman bergaul yang rusak, berarti ia tengah menelantarkan imannya. Maka sangat boleh jadi, seperti kata Imam Abu Hanifah, syetan pun akan merampasnya. Na’udzu billah!

Bila seseorang menjauhi Al-Qur’an dan hadits, maka akar-akar iman di hatinya pun mulai goyah. Rasulullah bersabda, “Sungguh telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian – selama kalian selalu berpegang teguh kepadanya – maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (Riwayat al-Hakim, dari Ibnu ‘Abbas. Hadits shahih).

Bila tugas-tugas ibadahnya berantakan dan ia lalaikan, maka Allah pun akan mengacaukan hati dan kehidupannya, hingga terasa sempit dan menggelisahkan. Allah berfirman, “Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (Qs. Thaha: 124).

Bila hanya ada orang-orang jahat di sekitarnya, maka masing-masing cuma perduli pada urusan perut dan syahwat, lalu satu sama lain akan menghalangi dari akhirat. Dikisahkan oleh al-Hafizh Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab al-Ikhwan, bahwa ‘Atha’ al-Khurasani pernah bertanya kepada Muhammad bin Wasi’, “Amal apakah yang paling utama di dunia ini?” Dijawab, “Menemani teman dan bercakap-cakap dengan saudara, apabila mereka saling bersahabat diatas kebajikan dan taqwa.” Beliau melanjutkan, “Ketika itulah Allah akan menghadirkan kemanisan diantara mereka, sehingga mereka terhubung dan saling menyambungkan hubungan. Tiada kebaikan dalam menemani teman dan bercakap-cakap dengan saudara jika mereka menjadi budak dari perutnya masing-masing, sebab jika mereka seperti ini maka satu sama lain akan saling menghalangi dari akhirat.”
Oleh karenanya, Allah mengajari kita sebuah doa, agar iman dan hidayah senantiasa tertanam di hati dan tidak dilenyapkan-Nya.

رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau menjadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia).” (Qs. Ali ‘Imran: 8). Wallahu a’lam.*/M. Alimin Mukhtar, Pernah dipublikasikan Lembar Tausiyah



Kedudukan Tauhid Dalam Islam Dan Macam Macamnya



Tauhid
Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.[1] Dalam pengamalannya ketauhidan dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.

Kedudukan tauhid dalam Islam.

Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah.

Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan dan keagungan tauhid.

Berikut ini adalah dalil dari Qur'an mengenai keutamaan dan keagungan tauhid, di antaranya adalah:

  • “...dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk "): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. (An-Nahl 16:36)
  • Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-Taubah 9:31)
  • “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az-Zumar 39:2-3)
  • Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (Al-Bayyinah 98:5)
Perkataan ulama tentang tauhid.
Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian).

Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. ('Al 'Imran 3:18)
Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu

Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (Shaad 38:5)
Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka setan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Setan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.

Jika setan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, setan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bidah dan khurafat.

Pembagian tauhid ada 3 macam:

1.  Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran yang berbunyi:

 Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Az-Zumar 39:62)
Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah:

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,

Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?' (Al-Mu’minun: 86-89)

2.  Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian).

Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. ('Al 'Imran 3:18)
Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu

Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (Shaad 38:5)
Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

3.  Asma wa sifat
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.

Tidak ada tauhid mulkiyah
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.

Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Yusuf 12:40)

20 Cara Menguatkan Keimanan Pada Diri Kita Sendiri



 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (Ali Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang denan (menggunakan) nama-Nya kami saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.”

Begitulah perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-‘Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar’i

Sebab, Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”

Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah.” (Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah

Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadits-hadits Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas, timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah swt.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara: 205-207)

“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (Yunus: 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu tertentu seperti bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’

Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.

Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no. 4118)

Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.


  

SUNAH SUNAH FITHRAH



Sunah sunah fitrhrah
Yaitu sifat sifat dasar yang menjadi fitrhrah manusia dan berfungsi sebagai perlengkapan agar manusia tampil lebih indah da menarik.

Aisyah meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda "ada sepuluh jenis fitrah manusia, yaitu menggunting kumis memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air kedalam hidung lalu menyemburkannya keluar, memotong kuku, membersihkan ruas ruas jari, mencabut bulu keriak, mencukur bulu kemaluan, hemay menggunakan air, dan berkumur kumur"

1. Berswak (menggosok gigi)
Bersiwak setiap waktu adalah sunah, Rasulullah saw bersabda,"siwak itu membersihkan mulut dan mendatangkan keridhaan Allah SWT."

Bersiwak dianjurkan pada saat:

A. Berwudhu
Berwudhu Berwudhu Rasulullah bersabda, "Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku           perintahkan mereka bersiwak setiap mereka berwudhu."

B. Ketika Hendak Mengerjakan Shalat
Berwudhu Rasulullah bersabda, "Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap mereka mendirikan shalat."

C. Ketika Masuk Rumah
Diriwayatkan oleh Al Miqdaam dari bapaknya, "Saya pernah bertanya kepada Aisyah,             apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw setiap kali beliau masuk rumahnya? Aisyah       m menjawab, "Bersiwak."

D. Ketika Bangun Tidur
Hudzaifah berkata," Rasulullah saw ketika bangun tidur membersihkan mulutnya                   dengan bersiwak."

E. Ketika Hendak Membaca Al Quran
Ali pernah memerintahkan seseorang untuk bersiwak sambil berkata," Rasulullah saw bersabda," seseungguhnya jika seorang hamba bersiwak, kemudian dia mendirikan shalat, maka malaikat akan berdiri dibelangkangnya mendengarkan bacaan Al Qurannya, para malaikat akan terus mendekat kepadanya sampai mereka meletakkan bibir mereka di bibirnya. Dan tidak ada satu hurufpun yang keluar dari mulutnya kecuali akan masuk kedalam hati para malaikat. Maka bersihkanlah mulut mulut kalian saat kalian membaca Al Quran."

2. Berkumur Kumur Dan Beristinsyaaq
Berkumur kumur artinya memasukkan air kedalam mulut lalu menggerakkannya didalam mulut lalu dimuntahkan keluar, sedangkan istinsaaq adalah menghirup air dan memasukkannya ke dalam hidung.

3. Istinja'
Istinja' yaitu membersihkan kotoran atau najis yang melekat atau menempel pada bagian qubul ( kemaluan ) dan subur ( pantat ) dengan mengunakan air bersih.

4. Memotong Atau Memendekan Kumis
Hal ini di maksudkan agar seseorang tampil rapih indah dan menarik. Selain itu menjadi tanda kebersihan dan sikap menyelisihi orang kafir.

5. Memelihara Jenggot
Maksudnya memboarkannya tumbuh dan memanjang serta merawatnya. Hukum memotong jenggot adalah termasuk perbuatan yang diharamkan karena adanya perintah untuk memelihara dan memanjangkannya, Rasulullah saw bersabda," Pendekkanlak kumis kalian danpeliharalah jenggot serta selisihilah orang orang majusi.

6. Istihdaad
Istihdaad yaitu memotong bulu bulu yang tumbuh di sekitar kemaluaan. Manfaat istihdaad itu sendiri adalah hasul penelitian menyebutkan bahwa memitong bulu bulu di sekitar kemaluan dapat menyehatkan tubuh dan menambah kuat serta menyegarkan tubuh. Sebab semakin lebat dan panjang bulu bulu tersebut akan mengakibatkan munculnya penyakit radang kulit yang akan mengganggu kesehatan tubuh.

7. Khitan Dan Khifadh
Khitan dioerintahkan bagi pria sedangkan khifadh bagi wanita muslimah. Rasulullah saw berkata kepada Ummu Athiah, "lukailah sedikit pada bagian klitoris wanita sesungguhnya ia membuat wajah semakin bersinar dan lebih membahagiakan oasangan."
   Manfaat Khitan bagi pria adalah untuk menjaga kebersihan alat kelamin mereka, sehingga tidak ada kotoran yang menempel dilher kepala kemaluan yang di tutupi kulit. Sedangkan bagi wanita adalah agar mereka lebih tampak menarik dengan wajah yang berseri seri.

8. Memotong Kuku
Memotong kuku dan tidak membiarkan panjang agar supaya kuku kuku yang kita punyai tidak menjadi sarang penyakit.

9. Mencabut Bulu Ketiak
Adalah mencabut bulu bulu yang tumbuh di ketiak agar terlihat lebih bersih dan untuk menghilangkan bau tak sedap yang melekat pada bulu bulu tersebut.

10. Mencuci Ruas Ruas Jemari
Termasuk yang harus di bersihkan adalah kotoran kotoran yang menempel pada daun telinga, leher atau anggota tubuh lainnya. Dimakruhkan membiarhan kuku, bulu ketiak. Bulu kemaluan, dan kumis selama 40 hari dan tidak mencukurnya. Dari Anas bin Malik berkata, "Rasulullah saw memerintahkan menggunting kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak dan beliau membatasi waktu maksimalnya selama 40 hari."


Penulis : Dr. Abdullah Bahammam
Tentang FIQIH







Keutamaan Shalat Dhuha




Keutamaan Shalat Dhuha 

Islam adalah agama yang membawa rahmat dan mengajarkan umatnya untuk berbuat kebajikan. Fungsi agama islam dapat dirasakan apabila umat islam menjalankan kewajibannya. Salah satu kewajiban umat islam adalah shalat. Tidak hanya shalat yang wajib, islam juga menganjurkan umatnya untuk melaksanakan ibadah sunnah seperti shalat dhuha. Hal tersbut merupakan cara meningkatkan amal ibadah dan cara meningkatkan akhlak manusia. Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu dhuha atau antara waktu setelah matahari terbit atau pukul 8 hingga sebelum tengah hari yakni pukul 11 siang dan merupakan salah satu macam shalat sunnah.
Sebagai umat islam selayaknya kita senang mengerjakan amal ibadah termasuk shalat dhuha. Shalat dhuha memiliki banyak keutamaan shalat dhuha seharusnya memotivasi kita untuk mengerjakannya. Diantara keutamaan shalat dhuha tersebut adalah :

1. Pahalanya seperti bersedekah

Mengerjakan shalat dhuha memiliki nilai yang sama seperti nilai amalan seperti keutamaan sedekah. Sesdekah yang dimaksud adalah sedekah yang diperlukan oleh 360 persendian tubuh kita terlebih jika kita ikhlas mengerjakannya ( baca ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah)  Orang islam yang mengerjakan shalat dhuha akan memperoleh ganjaran pahala sebanyak persendian itu. Sebagaimana hadist Rasulullah saw, yang berbunyi :

“Disetiap sendi seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan Alhamdulillah ) adalah sedekah,s etiap tahlil (ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan Allahu akbar) adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuha sebanding dengan pahala semua itu”

2. Dicukupi kebutuhannya

Shalat Dhuha yang dilakukan oleh seseorang diawal hari menjanjikan tercukupinya rezeki atau kebutuhan seseorang tersebut di akhir hari. Shalat Dhuha merupakan shalat yang dilakukan untuk memohon rizki kepada Allah SWT. Hal tersebut ditunjukan oleh ketentuan waktu pelaksanaan dan tersirat dalam do’a yang dibaca setelah pelaksanaan shalat tersebut. Selain itu, Allah juga berjanji pada setiap umat islam yang rajin melaksanakan shalat Dhuha untuk mencukupi apa yang menjadi kebutuhannya, setidaknya kebutuhannya disore atau diakhir hari. Dengan janji-Nya tersebut, Allah sebenarnya ingin memberikan balasan dan imbalan atas kesediaan hamba-Nya untuk mengingat diri-Nya di waktu Dhuha dengan memenuhi apa-apa yang menjadi kebutuhan dia sepanjang hari itu. Janji Allah tersebut dapat ditemukan dalam sebuah hadist qudsi. Rasulullah saw. Yang bunyinya :
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: “Wahai anak Adam, cukuplaah bagi-Ku empat rekaat di awal hari, maka Aku akan mencukupimu disore harimu”
Janji Allah ini akan bisa menjadi penyebab hati gelisah dikarenakan kurangnya rizki yang diperoleh serta mencegah bahaya putus asa bagi sebagian orang yang tidak diberikan rizki yang cukup. Shalat dhuha adalah merupakan salah satu perantara agar keinginan cepat terkabul seperti halnya kika mengerjakan shalat hajat.

3. Meraih Ghanimah atau keuntungan yang lebih cepat

Orang yang dengan tekun mengerjakan shalat dhuha akan memperoleh ghanimah atau keuntungan yang lebih cepat atas izin Allah SWT. Hal ini terjadi di zaman Rasullullah dimana Rasul membandingkan orang-orang mukmin yang melaksanakan shalat Dhuha dengan mujahid yang berangkat bertempur ke medan perang yang berjarak dekat dengan tampat tinggal mereka lalu kembali lagi dengan cepat ke tempat asalnya dengan membawa ghanimah (rampasan perang) yang banyak dan tentunya kemenangan. Hal ini merupakan motivasi untuk mengerjakan amal ibadah serta usaha untuk bertawakkal kepada Allah SWT karena manfaat tawakkal amatlah besar.
Rasulullah pun menimbang bahwa keuntungan yang akan diperoleh oleh mereka yang melaksanakan shalat Dhuha akan berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan keuntungan yang bisa diperoleh oleh para mujahid tersebut. Hal ini sebagaimana sabda rasullulah SAW yang bunyinya :

“Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!. Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya). Lalu Rasulullah saw bersabda; “Maukah kalian aku tunjukan kepada tujuanpaling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah(keuntungan)nya dan cepat kembalinya? Mereka menjawab: “Ya! Rasul berkata lagi: “Barangsiapa yang berwudhu’, kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha, dialah yang paling dekat tujuannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya”

4. Diganjar dengan rumah di surga

Orang yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk melaksanakan shalat Dhuha 12 rekaat di awal hari akan dijanjikan ganjaran oleh Allah berupa sebuah rumah indah yang terbuat dari emas kelak diakhirat. Hal ini menurut Anas Bin Malik yang mendengar bahwa Rasulullah sawbersabda :
“Siapa saja yang shalat Dhuha 12 rekaat, Allah akan membuat untuknya sebuah istana yang terbuat dari emas di surga”” (HR. Ibnu Majah)

5. Mendapat pahala haji dan umrah

Orang yang melaksanakan shalat Dhuha dengan tekun akan mendapatkan pahala haji dan umrah sempurna Dari Anas ra berkata, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha), ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna”

6. Menggugurkan dosa

Shalat Dhuha akan menggugurkan dosa-dosa orang yang rutin melakukan ibadah shalat dhuha meskipun dosanya itu sebanyak buih di lautan. Berikut hadist yang memperkuat hal ini. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda,

“Barangsiapa yang menjaga shalat Dhuha, maka dosa-dosanya diampuni walaupun dosanya itu sebanyak buih dilautan” (HR. Tirmidzi)

7. Dibuatkan pintu khusus di surga

Keutamaan lain yang dijanjikan Allah bagi orang yang tekum mengerjakan shalat dhuha adalah bahwa dia akan dibuatkan pintu khusus di surga kelak, yakni pintu yang dinamakan pintu Dhuha. Dengan demikian maka jelaslah bahwa orang yang tekun mengerjakan shalat dhuha memiliki kedudukan yang tinggi di mata Allah SWT hingga dibuatkan pintu tersendiri untuk memasuki surga  tidak memandang apakah ia muslim sejak lahir maupun mualaf. Rasulullah bersabda: Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad saw bersabda,

“sesungguhnya disurga ada slaah satu pintu yang dinamakan pintu Dhuha, bila datang hari kiamat malaikat menjaga surga memangil; mana ia yang melazimkan shalat Dhuha? Inilah pintu kalian maka masukilah dengan kasih sayang Allah” (HR.Thabrani)
Berikut Allah memberikan kedudukan yang istimewa bagi orang-orang yang melaksanakan Dhuha berdasarkan dengan jumlah rakaatnya:
Orang yang mengerjakan dua rekaat shalat Dhuha akan tercatat sebagai orang yang tidak lalai

Orang yang mengerjakan empat rekaat shalat Dhuha tercatat sebagai orang yang muhsinin (berbuat baik)
Orang yang mengerjakan emam rekaaat shalat Dhuha akan tercatat sebagai hamba yang taat
Orang yang mengerjakan shalat Dhuha delapan rakaat tercatat sebagai hamba yang juara (Sukses)
Orang yang mengerjakan dua belas rekaat shalat Dhuha akan dibuatkan sebuah rumah yang indah disurga
Sebagaiman hadist yang menerangkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
Dari Abi Dzar ra, Rasulullah saw bersabda, “Bila engkau melaksanakan dua rekaat shalat Dhuha maka engkau tidak dicatat sebagai hamba yang lalai, atau empat rekaat maka engkau akan dicatat sebagai hamba yang muhsinin (berbuat baik), atau enam rakaat engkau akan dicatat sebagai hamba uang taat, atau delapan maka engkau akan dicatat sebagai hamba yang juara (Sukses), atau sepuluh maka pada hari ini dosamu tidak dicatat, atau dua belas rakaat maka Allah akan membangunkan rumah disurga”

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Dhuha
Shalat Dhuha dilakukan dua rakaat-dua rakaat dan memberikan salam disetiap akhir dua rakaat tersebut. Jadi, ketika kita melaksanakan shalat Dhuha lebih dari dua rakaat, kita tidak melaksanakannya sekaligus empat, enam, atau delapan rakaat dengan satu kali salam, melainkan tetap dilakukan dengan dua rakaat-dua rekaat dengan salam pada masing-masing dua rakaat itu.
Hal ini berdasarkah hadist Rasullulah SAW, dari Ummi Hani binti Abu Thalib bahwa Rasulullah saw mengerjakan Shalat sunnah Dhuha pada saat penaklukan Makkah sebanyak delapan rakaat kemudian salam pada setiap dua rakaat. (HR.Ibnu Majah)
Sebenarnya hal yang paling penting disini bukan lah kuantitasnya melainkan kualitas. Menjalankan shalat dhuha dengan lebih sedikit rakaat lebih baik dari mengerjakan banyak rakaat tetapi tidak khusuk. Hendaknya shalat dhuha dilakukan secara istiqomah dan rutin agar dapat memperoleh keutamaan-keutamaan yang disebutkan diatas. Selain itu membaca Alqur’an setelah shalat dhuha juga disarankan karena manfaat membaca Alqur’an sangatlah besar. Orangtua juga sudah selayaknya mengerti bagaimana cara mengajari anak sholat dan emotivasi untuk mengerjakan ibadah baik wajib maupun sunah ( baca juga cara mendidik anak menurut islam). Semoga dengan mengerjakan shalat dhuha kita dapat menambah kadar keimanan dan fungsi iman kepada Allah SWT dapat tercapai dalam hidup.