Palang pintu jalan enam pengasinan ini tidak jauh bedanya dengan palang pintu betawi laenya yaitu tradisi seni bela diri betawi yang biasanya untuk membuka jalan untuk masuk ke daerah laen untuk acara pernikahan atau perkawinan seseorang sekedar untuk menghibur dan memeriahkan acara tersebut disaat menerima besan pengantin pada umumnya. palang pintu jalan enam pengasinan tidak asing lagi namanya bagi jawara jawara betawi yang sudah tersohor.
Tradisi palang pintu menyimbolkan ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki untuk meminang pihak perempuan. Jawara dari daerah asal laki-laki harus bisa mengalahkan jawara yang berasal dari daerah tempat tinggal perempuan. Hal ini sesuai dengan pelaksanaannya di mana rombongan mempelai laki-laki harus melewati hadangan tantangan yang diberikan oleh pihak perempuan.
Sementara itu, berbalas pantun dimaknai sebagai manifestasi dari diplomasi. Palang Pintu juga berfungsi untuk mendekatan hubungan antar kampung dan antar keluarga.
Saat ini, banyak di antara generasi muda yang melupakan kebudayaan Betawi. Oleh karena itu, perlu adanya peran anak muda yang bisa merawat dan melestarikan kebudayaan tersebut.
Untuk acara perkawinan, tradisi palang pintu berguna untuk menguji ilmu dari pengantin laki-laki untuk berani mempersunting mempelai perempuan. Pada dasarnya, jawara suatu daerah pasti akan menguji kemampuan kita sebagai pendatang setiap kita pergi ke kampung lain. “Jika nggak bisa kalahin jawara dia nggak boleh kawin, ujar Aslenk sambil ketawa.
Pada tradisi ini, terdapat beberapa orang yang melakukan proses tersebut. Terdiri atas dua jagoan dari pihak perempuan, satu jagoan dari pihak laki-laki, satu orang juru pantun dari masing-masing pihak, tiga pembaca shalawat dustur, satu pembaca sike, dan tim musik yang memainkan alat musik Rebana Kecimpring untuk mengiringi mempelai laki-laki.
Syarat utama mempelai laki-laki mempersunting mempelai perempuan ada dua, yaitu bisa mengalahkan jawara dan pintar dalam mengaji. Laki-laki jika berada dirumah berkewajiban untuk pandai mengaji agar bisa menjadi kepala keluarga yang baik. Sementara diluar, laki-laki haruslah pandai bersilat agar bisa melindungi keluarganya. “Tidak boleh asal mukul saja, makanya harus belajar ngaji sebelumnya” ungkap Adit. Dengan hal itu, kita dapat mengetahui kualitas pengantin laki-laki.
Dalam tradisi palang pintu juga terdapat unsur bela diri, yaitu silat. Jenis yang dipakai adalah silat cingkrik dari wilayah Rawa Belong, daerah Sukabumi Utara dan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Sekilas terlihat seperti tarian, akan tetapi kecepatan tangan dan kaki membuat kita yakin seperti sungguhan. Silat Cingkrik sendiri merupakan murni bela diri, namun sekarang ini ia juga digunakan sebagai seni pertunjukan.
No comments:
Post a Comment